Begitu urai
para bijak yang telah berhasil menempuh jalan panjang pengejaran kebahagiaan.
Bahagia harus dicari dan diupayakan, tetapi kemana ia harus dikejar?
Para pekerja
yang menghabiskan hari-harinya hanya untuk bekerja bukannya tidak ingin bersantai
dan berlibur, mereka tengah mengejar impian bahagia yang dalam benaknya hanya
bisa digapai dengan perolehan uang yang banyak.
Para
politisi berebut jabatan sampai rela bertengkar dan saling menghina bukannya
tidak ingin tersenyum dan bersalaman, mereka tengah fokus mengejar jabatan
bagaimanapun caranya karena dalam kalkulasi nafsunya jabatan dianggap sebagai
jalan tercepat menggapai bahagia.
Para
pengusaha berebut proyek dan usaha sampai berani berbuat curang sembari lupa
kewajiban shalat, bukannya tidak ingin menikmati dengan penuh syukur apa yang
telah didapat, tetapi pikirannya menganggap gelimang harta dalam jumlah yang
lebih dari yang dibutuhkan adalah jalan terbaik menggapai bahagia. Semua
bergerak mengejar bahagia.
Ketika fakta
yang terkuak lebar di media massa dengan gamblang menampilkan politisi kaya
yang dipenjara, pejabat kaya yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dan pengusaha kaya yang dikejar banyak perkara, maka muncullah pertanyaan
sederhana, “Bahagiakah mereka dengan uang, jabatan dan gelimang hartanya?”
Kalau
jawabannya “ya,” muncul pertanyaan sederhana berikutnya, “mengapa mereka marah,
merengut, menangis dan tidak menampakkan wajah senyum bahagia penuh syukur?”
Kalau jawabannya “tidak,” maka muncullah pertanyaan yang tidak sederhana
jawabannya, “lalu, di mana bahagia itu berada?”
Banyak pakar
psikologi membahas tema ini. Rata-rata pakar psikologi positif menyatakan bahwa
bahagia tidak terletak pada apa yang kita dapatkan, tetapi pada apa yang kita
berikan.
John Izzo
dalam bukunya Five Secrets You must Discover before You Die menekankan
pencapaian bahagia pada the meaning (makna, fungsi atau manfaat) yang
diberikan oleh keberadaan kita pada orang lain dan lingkungan kita.
Lebih
lengkap lagi, Martin S.P Seligman dalam bukunya Authentic Happiness
menyatakan bahwa bahagia adalah ketika kita memiliki tiga hal: Pleasant Life
(life of enjoyment), yakni hidup yang menyenangkan; Good Life (life of
engagement) yakni hidup dengan penuh kegiatan yang positif; dan Meaningful
Life (life of Contribution) yakni hidup dengan penuh makna, manfaat
dan kontribusi pada yang lain.
Al-Qur’an
yang diturunkan 15 abad yang lalu, Allah berfirman, "Barangsiapa yang
mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan." (Qs. An-Nahl: 97)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar