Seluruh jenis sarana transportasi terlihat sangat sibuk. Baik transportasi darat, laut dan udara, semuanya melampaui batas normal. Filosofi di balik mudik ini terpulang pada subyektifitas para pemudik, namun secara umum mereka ingin melepas rindu dengan keluarga dan teman-teman lama di kampung halamannya.
Apa yang dilakukan di kampung, sesungguhnya juga sama di setiap daerah lain menyelenggarakan shalat Id lalu diteruskan dengan silaturrahim dan halal-bi halal dengan segenap keluuarga. Termasuk juga di dalamnya menziarahi kuburan orang-orang terdekat masing-masing. Tidak heran jika di kampung-kampung mendadak muncul pasar kaget, kerena terjadi akumulasi dana dari kota ke desa yang di bawa oleh para pemudik.
Tentu saja kita bisa melihat aspek positif dan negatif tradisi mudik ini. Namun karena sudah menjadi budaya bagi bangsa Indonesia, maka pemerintah Indonesia mau tidak mau harus memberikan pelayanan khusus, termasuk beberapa instansi menganggarkan secara khusus kegiatan mudik ini.
Ternyata, bukan hanya masyarakat bangsa Indonesia merayakan Hari Raya Id, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, tetapi juga keluarga Nabi merayakan Id dengan sukaria. Ada sejumlah hadis meriwayatkan bahwa ternyata Aisyah RA isteri Nabi selalu mengundang biduan untuk menyanyi di rumahnya pada hari raya Id.
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah yang menceritakan dua budak perempuan pada hari raya ‘Id menampilkan kebolehannya bermain musik dengan menabuh rebana, sementara Nabi dan Aisyah menikmatinya. Tiba-tiba Abu Bakar datang dan membentak kedua pemusik tadi, lalu Rasulullah menegur Abu Bakar dan berkata: “Biarkanlah mereka berdua hai Abu Bakar, karena hari-hari ini adalah hari raya”.
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang lain juga menyatakan ‘Aisyah pernah mengatakan: “Saya melihat Rasulullah Saw dengan menutupiku dengan surbannya sementara aku menyaksikan orang-orang Habsyi bermain di mesjid. Lalu Umar datang dan mencegah mereka bermain di mesjid, kemudian Rasulullah berkata: “Biarkan mereka, kami jamin keamanan wahai Bani Arfidah”.
Dalam riwayat Muslim dari ‘Aisyah disebutkan kelompok seniman Habasyah itu menampilkan seni tari-musik pada hari Raya ‘Id di mesjid. Rasulullah memanggil ‘Aisyah untuk menyaksikan pertunjukan itu, kepala ‘Aisyah diletakkan di pundak Nabi sehingga ‘Aisyah dapat menyaksikan pertunjukan tersebut.
Dari hadis-hadis tersebut di atas difahami bahwa ternyata keluarga Nabi juga memperingati Hari Raya Id dengan suka cita. Keluarga Nabi bahkan mengundang penyanyi ke rumahnya atau ke mesjidnya di dalam rangka merayakan Hari Raya Id.
Ini sekaligus menyatakan bahwa penampilan seni sesuatu yang digemari oleh keluarga Nabi. Dengan kata lain Nabi dan keluarganya termasuk pencinta seni. Bukan hanya mencintai seni tetapi juga memberi apresiasi terhadap seniman.
Dengan demikian, apa yang dilakukan masyarakat Indonesia selama ini sejalan dengan semangat yang ditampilkan keluarga Nabi. TV-TV kita menampilkan hiburan dan nasyid merupakan hiburan tersendiri bagi bangsa Indonesia yang sedang merayakan Id. Semoga ini semua membawa makna penting di dalam menghaluskan budi pekerti di dalam masyarakat kita. Aamien.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar