Rasulullāh ṣallallāhu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allāh mengharamkan sentuhan
api neraka kepada orang yang mengucapkan la ilaha illallāh dengan ikhlas
karena mencari wajah Allāh.” (HR.
Bukhari dan Muslim dari Itban raḍiyallāhu’anhu)
Hadits di atas mengajarkan kepada kita :
Pertama : Orang yang ikhlas/bertauhid akan selamat dari hukuman kekal di
dalam neraka, yaitu selama di dalam hatinya masih tersisa iman/tauhid meskipun sekecil biji sawi. Apabila keikhlasan
itu sempurna di dalam hatinya, ia akan selamat dari hukuman neraka dan tidak
masuk ke dalamnya sama sekali (al-Qaul as-Sadid, hlm. 17).
Kedua : Orang yang mendapatkan keutamaan ini
hanyalah orang yang ikhlas dalam
mengucapkan kalimat syahadat. Maka, terkecualikan dari keutamaan ini
orang-orang munafik,
dikarenakan mereka tidak mencari wajah Allāh ketika mengucapkannya (at-Tam-hid,
hlm. 26).
Ketiga : Ḥadīṡ ini mengandung bantahan bagi Murji’ah yang menganggap bahwa
ucapan la ilaha illallāh itu sudah cukup tanpa harapan mencari wajah
Allāh (ikhlas). Selain itu, ḥadīṡ ini mengandung bantahan bagi Khawarij dan Mu’tazilah yang
beranggapan bahwa pelaku dosa besar kekal di dalam neraka. Padahal, hadits ini menunjukkan para
pelaku perbuatan tersebut -yang masih beriman- tidak akan kekal di neraka (al-Qaul
al-Mufīd ‘alā Kitāb at-Tauḥīd [1/46])
: Orang yang ikhlas akan merasa ringan melakukan berbagai ketaatan -yang pada umumnya
terasa memberatkan-, karena orang yang ikhlas senantiasa menyimpan harapan pahala dari Allāh.
Demikian pula, ia akan merasa ringan dalam meninggalkan maksiat, karena perasaan takut akan hukuman Rabbnya yang tertanam kuat di dalam
hatinya (al-Qaul as-Sadid, hlm. 17)
: Orang yang ikhlas dalam beramal akan
bisa mengubah amalannya
yang tampak sedikit menjadi banyak pahalanya, sehingga ucapan dan amalannya
akan membuahkan pahala yang berlipat ganda (al-Qaul as-Sadid, hlm. 19).
Syaikh as-Sa’di raḥimahullāh mengatakan,
“Amal-amal itu sesungguhnya memiliki keutamaan yang bervariasi dan pahala yang berlipat-lipat tergantung pada
keimanan dan keikhlasan yang terdapat di dalam hati orang yang melakukannya… ”
(Bahjah al-Qulub al-Abrar, hlm. 17).
Yahya bin Abī Kaṡīr raḥimahullāh berkata,
“Malaikat naik ke langit membawa amal seorang hamba dengan perasaan gembira. Apabila dia telah
sampai di hadapan Rabbnya, Allāh pun berkata kepadanya, “Letakkan ia di
dalam Sijjin [catatan
dosa], karena amalan ini tidak
ikhlas/murni ditujukan kepada-Ku.” (al-Ikhlas wa an-Niyah,
hlm. 45)
Semoga
Allāh menjadikan kita orang yang ikhlas.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar