Begitu juga
sebaliknya, jika dasarnya rapuh, dapat dipastikan bangunan itu tidak akan kuat
menahan goncangan. Seiring berlalunya waktu, ia akan tergerus dan hancur
dimakan usia.
Iman yang
kita miliki juga dapat diandaikan dengan bangunan. Bila iman tersebut dibangun
dengan dasar yang kuat, ia akan mampu bertahan terhadap “benturan”dari luar
dirinya. Namun, bila dasarnya lemah, bisa dipastikan keimanan tersebut akan
sangat rapuh. Akan goyah dan hancur bila cobaan datang menimpanya.
Hal-hal
duniawi seperti ilmu, amal, pangkat dan kedudukan tidak akan “merubuhkan” seseorang,
jika ia memiliki iman yang kuat. Yakni iman yang didasari kalimat tauhid.
Yakinlah
bahwa Allah tempat asal dari sesuatu dan semuanya akan kembali kepada-Nya.
Tunduklah atas takdir yang telah Allah tetapkan pada kita, karena semuanya
adalah yang terbaik untuk dijalani.
Lalu,
bagaimana cara memiliki keimanan yang didasari oleh ketauhidan hanya pada
Allah? Jawabannya adalah dengan bermuhajadah (berusaha sungguh-sungguh) kepada
Allah dalam segala sikap dan perilaku,serta bergaul dengan orang-orang yang
telah mengenal dan mencintai Allah.
Berusahalah
untuk belajar mengenal Allah. Mengenal tidak hanya lewat kata atau lisan yang
terucap, namun dengan segala rasa yang ada. Dan sumber dari rasa itu adalah
hati (qalbu). Kebeningan hati, insya Allah melahirkan kepekaan rasa yang akan
menyibak tabir-tabir antara kita dengan Allah.
Bila tabir
tersebut terungkap, kita tidak hanya mengenal Allah dengan sebenar-benarnya,
namun juga mampu mencintai Allah. Bila sudah mampu mencintai Allah, maka
bersyukurlah, karena itu tandanya kita telah memiliki keimanan yang didasari
ketauhidan. Insya Allah, tidak akan tergoyahkan meski beribu badai cobaan
datang menerpanya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar