Satu sendok garam yang dituang pada dua bejana berbeda,
berupa cangkir dan danau yang berisi air tawar sebanyak bejananya
masing-masing, akan memberi rasa yang sangat jauh berbeda pula. Secangkir air
tentu saja akan terasa sangat asin dan sudah pasti akan menimbulkan efek
negatif yang baru, sedangkan air danau akan tetap terasa tawar dan memberi
kesan untuk terus meminum airnya karena bisa menjadi penawar bagi dahaga.
Sesendok garam adalah analogi dari secuil masalah hidup.
Jika kita hadapi dengan bejana hati yang sempit, bukan solusi yang didapat.
Justru akan lahir masalah baru dan membuat jenuh semakin bertambah. Namun,
apabila sebuah masalah dihadapi dengan bejana hati yang luas, insya Allah
segala sesuatu akan terasa ringan.
Banyak hal yang bisa memberi kesan bahagia. Lihatlah
burung-burung yang bernyanyi menyambut mentari pagi. Pandangilah gutasi yang
menetes perlahan, namun pasti, dari ujung dedaunan.
Hiruplah aroma rumput segar dan sadarilah bahwa seluruh alam
menyambut hari dengan kebahagiaan yang baru. Alam memaknai bahagianya dengan
dzikrullah pada pemilik kebahagiaan, Allah SWT.
Lantas, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita merasa bahagia
dan mensyukurinya? Sungguh, betapa kerdilnya jiwa kita jika kita teramat sulit
memaknai rasa bahagia yang telah Allah titipkan di hidup kita.
Pernahkah kita menilik mereka yang selalu bahagia? Seorang
ibu yang berbahagia saat melihat bayinya lahir ke dunia dengan sehat setelah
melewati perjuangan panjang ketika mengandung dan melahirkan buah hatinya.
Seorang penderita insomnia yang bisa tidur pulas. Seorang
pegawai yang mampu menyelesaikan laporannya. Seorang koki yang mampu menyajikan
masakan yang membuat pelanggannya begitu lahap menikmati masakannya.
Seseorang yang sakit lalu sembuh dari sakitnya. Seorang
presiden yang berjuang demi kesejahteraan rakyatnya.
Seorang guru yang membekali anak didiknya dengan ilmu dunia
dan akhirat.
Seorang ayah yang berpeluh-peluh, berpanas hujan, dan kadang
berair mata berjuang demi memenuhi nafkah untuk anak istrinya.
Seorang pemilik utang yang telah berhasil membayar utangnya.
Seorang pemuda yang menjaga hati dan imannya.
Seorang jomblo yang telah berhasil memutus rantai
kesendiriannya dengan jalan menikah…
Serta berjuta kebahagiaan lainnya bisa hadir dalam hidup
kita meski lewat hal-hal yang sangat sederhana.
Lantas, masihkah kebahagiaan itu sulit dicari? Tentu saja,
ya.
Karena kebahagiaan tidak perlu dicari, namun cukup
diciptakan lewat bejana hati yang luas dan penuh rasa syukur.
“Fabiayyi alai Robbikuma tukadzdziban…”
“Dan nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kamu dustakan?”
Surah Ar-Rahman mengulang beberapa kali firman Allah di atas
untuk mentarbiyah jiwa, hati, dan pikiran kita untuk senantiasa syukur nikmat.
Dengan bersyukur, bahagia tak akan pernah jenuh menemani diri kita, sekalipun
dalam kesepian dan kesendirian…
dakwatuna
Tidak ada komentar :
Posting Komentar