RANGGEUYAN MUTIARA : (1) ulah ngewa ka ulama anu sajaman (2) ulah nyalahkeun kana pangajaran batur (3) ulah mariksa murid batur (4) ulah medal sila upama kapanah - KUDU ASIH KA JALMA NU MIKANGEWA KA MANEH - Pangersa Guru Almarhum

Jumat, 08 Agustus 2014

MANUSIA BERADAB BISA DILIHAT DARI KALIMAT YANG KELUAR DARI LISANNYA

Manaqib - Seseorang akan disebut sebagai pribadi yang konsisten ketika ucapannya adalah satu irama dengan perbuatannya, dan disebut sebagai opportunist ketika ucapannya berada di sisi yang berlawanan dengan perilakunya.

Pribadi yang konsisten adalah pribadi yang sangat didamba untuk menjadi sahabat, teman , tokoh dan panutan, karena pribadi seperti inilah yang akan memberikan kepastian dan menutup kemungkinan hadirnya kebingungan. Konsistensi adalah bersubstansikan kejujuran, keterusterangan dan kekokohan berpegang pada prinsip yang dipegangnya.


Seseorang layak disebut sebagai guru kehidupan atau guru bangsa ketika pemikiran, ucapan dan perilakunya menggambarkan potret normal manusia yang penuh dengan nilai-nilai kebenaran, kesejukan dan kedamaian. Sementara itu, mereka yang antara pemikiran dan ucapannya berbeda atau antara ucapan dan perilakunya berlawanan adalah sekelompok manusia yang tidak layak ditiru dan diteladani karena di dalam jiwa mereka tersimpan hasrat yang tidak lumrah dan motif yang tidak kaprah dalam ukuran etika manusia baik.

Puncak kesempurnaan konsistensi adalah ketika pemikiran, ucapan dan tindakan seseorang senantiasa selaras dengan takaran kebenaran, kebaikan dan keindahan yang menjadi tiga pilar utama fitrah (kesucian) manusia. Karena itu, kalimat “kembali kepada fitrah” seharusnya dimaknai dengan semangat untuk menjunjung tinggi tiga nilai utama kesucian tersebut, yang kesemuanya disediakan agama.

Agama sangat menjadi penentu seseorang itu akan menjadi pribadi yang konsisten atau tidak. Dalam psikologi ada teori yang bernama Cognitive Consistency Theory yang menyatakan bahwa manusia termotivasi untuk berubah dan bertindak sesuai (konsisten) dengan belief (kepercayaan), values (nilai-nilai), dan perception (persepsi) yang ada dalam dirinya. Penjelasan detail dan contoh kasusnya bisa di baca dalam buku karya Haber, Leach, Schudy, dan Sideleau yang berjudul Comprehensive Psychiatric Nursing.

Dalam bahasa agama, orang yang tetap berpegang teguh pada keyakinannya dan berbicara serta berbuat dengan keyakinan itu disebut sebagai pribadi yang lurus/istiqamah (mustaqim), sementara mereka yang tidak konsisten dalam keyakinan, ucapan dan perilakunya disebut sebagai pribadi yang mencla-mencle/nifaq (munafiq). Pribadi terakhir ini ditandai dengan kebiasaan berbohong, berkhianat, curang dan menipu.

Sebagai renungan diri (muhasabah), menarik untuk mencermati karakter ucapan (qawl) orang-orang baik yang disebutkan oleh al-Qur’an, yaitu: qawlan maysura (perkataan yang mudah) dan qawlan karima (ucapan yang mulia) seperti disebutkan dalam surat al-Isra’ ayat 17 dan 23, qawlan baligha (kata-kata yang komunikatif) dan qawlan ma’rufa (kata-kata yang baik) seperti disebutkan dalam surat al-Nisa’ ayat 4 dan 5, qawlan sadida (ucapan yang tegas dan tepat) seperti disebutkan dalam surat al-Ahzab ayat 70, qawlan layyina (perkataan yang lemah lembut) seperti yang disebutkan dalam surat Thahaayat 44, dan qawlan tsaqila (ucapan yang berbobot) sebagaimana disebutkan dalam surat Muzammil ayat 5.

Karakter ucapan yang baik adalah perpaduan antara isi ucapan dan cara penyampaiannya. Ketika kebenaran disuarakan dengan cara penyampaian yang tidak etis, bukanlah tidak mungkin kebenaran itu hanya akan menjadi kata yang hilang bersama hembusan angin karena tidak mampu memberikan bekas pada hati pendengar yang diharapkan mampu mengubah berpihak pada kebenaran itu. Lihatlah konteks ayat qawlan layyina (perkataan yang lemah lembut) yang merupakan perintah Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun ketika harus berdialog dengan Fir’aun yang kasar dan diktator itu.

Hanya mereka yang beriman dan konsisten dengan keimananya yang akan mudah memiliki karakter perkataan yang baik itu, karena keimanan dan perkataannya itu merupakan satu kesatuan dengan sikap atau perilakunya. Mereka yang bermental munafiq, walaupun seorang orator ulung, akan kelihatan sulit mengkompilasikan nilai-nilai tersebut di atas dalam setiap ucapannya karena mereka sadar bahwa semua ucapannya adalah bertentangan dengan hati nuraninya sendiri.

Ucapan orang-orang yang tidak konsisten tidak akan pernah sampai pada derajat qawlan tsaqila (kata yang berbobot) karena derajat ini mensyaratkan adanya komitmen diri pada kebenaran qur’ani. Selain itu, ucapan mereka juga tidak akan menyentuh level qawlan sadida (ucapan yang tegas dan tepat) karena level ini mensyaratkan adanya keyakinan akan kebenaran yang diperjuangkan.

Lebih dari itu, ucapan mereka juga sulit untuk menempati posisi qawlan ma’rufa (ucapan yang baik) dan qawlan layyina (ucapan yang lembut) karena posisi ini mensyaratkan tiadanya motif negatif dan intrik yang mencekik.

Manusia yang beradab, merujuk pada kutipan Ibnu Khaldun di atas, bisa dilihat pada kualitas kata-kata dan kalimat yang keluar dari lisannya. Bangsa yang beradab bisa dinilai dari kata-kata dan kalimat yang paling banyak menyebar di kalangan masyarakatnya. Mengingat bahwa media massa baik cetak ataupun elektronik adalah sarana paling efektif menyebarkan berita dan gagasan, maka ukuran keberadaban sebuah negara sangat bisa diukur dari kualitas berita dan gagasan yang banyak ditampilkan di media itu.

Ketika yang banyak ditampilkan media ke publik adalah penghinaan, kebencian, fitnah dan propaganda yang menyimpang dari aturan-aturan yang ada, maka bisa diramalkan bahwa masa depan bangsa akan penuh dengan konflik, kerusuhan dan bahkan menuju ambang kehancuran. Ketika yang disampaikan media ke publik adalah nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan yang didorong semangat bersama untuk membangun, maka dapat diarapkan bahwa masa depan bangsa adalah masa depan yang menjanjikan kemakmuran dan kesejahteraan.

Satu tahap lagi perlu diperjuangkan setelah meratanya suara kebenaran, kebaikan dan keindahan, yakni aplikasinya dalam kehidupan nyata. Ketika kata yang benar menjadi pegangan, ucapan yang baik menjadi pedoman, dan kalimat yang indah menjadi tuntunan maka harmoni tidak hanya akan ada dalam lantunan lagu, tetapi mewujud dalam setiap kata dan perilaku dalam bentuk kedamaian dan keserasian hidup setiap waktu.

Tidak ada komentar :