Begitu pula
berdirinya berbagai tempat hiburan, modifikasi berbagai resep makanan yang tak
jelas halal dan haramnya, bahkan model pakaian yang mengacuhkan nilai-nilai
kesopanan serta berbagai fenomena kesenangan dunia lainnya.
Itu semuanya
memanjakan hawa nafsu. Dunia dengan segala “perhiasan”nya telah mendominasi
hati. Dikejar dan diperebutkan siang malam dengan segala cara. Jika sudah
didapat, masih merasa kurang. Tidak pernah puas dan sangat takut kehilangan.
Kesenangan
dunia begitu memesona. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Ali ‘Imran
[3] ayat 14, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: perempuan-perempuan, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, sawah ladang,
itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik
(surga).”
Dunia sudah
menjadi “illah” atau sesuatu yang dituhankan manusia (andad) yaitu
sesuatu yang bisa menarik atau mengalihkan perhatian seseorang dari Allah, baik
itu berupa orangtua, anak-anak, istri, suami, tempat tinggal, keluarga, harta,
harta, jabatan, pujian, penghormatan, popularitas, dan berbagai asesoris dunia
lainnya.
Sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah [2] ayat 165, “Dan di antara
manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang yang beriman
sangat cinta kepada Allah. Dan seandainya orang-orang yang membuat lalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat besar siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal).”
Cinta Dunia
Begitu
banyak manusia melanggar aturan Allah demi kesenangan dunia. Berani mengorbankan
akidahnya demi bisa menikah dengan kekasih yang sangat dicintai, mau membuka
aurat untuk mendapat pekerjaan yang bergaji besar, tak ragu mencicipi minuman
keras dan bergaul bebas asal bisa diterima dalam pergaulan.
Hawa nafsu
sudah menjadi “Tuhan”nya, sebagaimana Allah berfirman dalam surah al-Jatsiyah
[45] ayat 23, “Maka pernahkah kamu melihat orang-orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya, dan Allah membiarkan sesat berdasarkan ilmu-ilmu-Nya
dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutupan
atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
Cinta
terhadap kesenangan dunia salah satu jenis penyakit hati. Penyebab manusia
bermaksiat. Jika tidak waspada, maka cinta dunia menjadi awal pengkhianatan
kepada Allah. Berani bermaksiat dan berakhlak buruk. Berani korupsi karena
memperturutkan keinginan untuk kaya.
Kalau kaya
akan dihormati dan dihargai orang dan bisa berbuat apapun sesuai keiinginan.
Berani mengejar popularitas dengan berbagai cara. Karena dengan dikenal akan
dipuji, dielu-elukan, dilayani banyak orang dan banyak uang.
Merasakan
lezatnya memiliki dunia, serba pamer, ingin terlihat lebih dari kenyataan, maka
hati tida akan bisa menghadirkan Allah. Tidak bisa merasakan lezatnya mencintai
Allah. Padahal jika hati mencintai Allah, maka Allah akan menghadiahkan rasa
ikhlas, sabar, ridha, syukur, tawakal, istiqamah, dan berbagai kondisi hati
yang membuahkan ketenangan dan kebahagiaan sejati.
Takut
Kehilangan Dunia
Mengapa
melakukan berbagai ibadah tapi sangat takut tidak mendapat dunia? Merasa tidak
pernah cukup dengan dunia? Takut kehilangan dunia? Lalai saat diberi dunia?
Padahal manusia pasti berpisah dengan dunia. Orang-orang yang yakin akan
meninggalkan dunia, dan yakin akan kehidupan akhirat yang abadi, maka ia pasti
tidak akan mencintai dunia ini.
Allah SWT
sudah mengingatkan manusia di dalam surah Lukman [31] ayat 33, “Maka
janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakanmu.” Ayat ini harus
menjadi motivasi bahwa ketika menderita karena diuji tidak punya dunia, hidup
serba terbatas (miskin), mak itu hanyalah sebentar saja.
Tetapi di
akhirat nanti jika tidak selamat, menderitanya abadi. Namun mengapa sebagian
manusia lebih banyak mengorbankan urusan akhiratnya dari pada urusan dunianya?
Jika dunia tak disikapi dengan tepat, maka gaya hidup akan memperturutkan hawa
nafsu. Dunia digunakan untuk kesia-siaan. Gemerlapnya dunia membuatnya larut
untuk mencintai dunia secara berlebihan.
Berapa
banyak manusia memikirkan dunia, hatinya penuh dunia, terkadang merasa selalu
kurang dengan dunia, cemas tidak mendapat dunia, tapi sangat jarang bahkan tak
pernah memikirkan kurangnya bekal pulang ke akhirat?
Seharusnya
dunia dengan segala isinya membuat semakin mengenal Allah, sehingga khusyu’ dan
ikhlas dalam beramal. Jika mengenal Allah dengan Kekuasaan-Nya, Kasih
Sayang-Nya, Mahakaya-Nya, Mahapengampunan-Nya, dan Mahasegala-galaNya, sangat
sulit melupakan Allah. Melihat gemerlap dunia pun “tanpa rasa”, biasa-biasa
saja, tak terpesona, karena sudah terpesona kepada sang pencipta dan pemilik
dunia, Allah SWT.
Dunia Jadi
Jalan Ketaatan
Dunia dengan
segala isi dan kejadiannya harus ditafakuri sebagai sarana untuk semakin
mengenal penciptanya. Jika Allah memberi dunia berupa uang, jabatan, harta dan
perhiasan dunia lainnya, sesungguhnya itu tidak identik dengan mendapat
kebaikan. Karena manusia durhaka pun, diberi Allah kenikmatan dunia.
Tapi sejauh
mana dunia yang dititipi, menjadi jalan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya?
Jika memiliki dunia, tapi tidak punya pondasi keyakinan kuat kepada Allah, maka
ia tidak akan tenang dan bahagia. Karena hati dan pikiran tersita dengan urusan
dunia, dan dunia menjadi “illah”.
Waspadalah
terhadap keinginan yang berorientasi kepada dunia, dan berlebih-lebihan dalam
urusan dunia. Jika tak jelas tujuan hidup di dunia, tidak mau belajar tentang
bagaimana mengisi hidup di dunia yang hanya sekali dan sebentar, tidak
sungguh-sungguh melawan hawa nafsu dan membiarkan “illah” selain Allah
bersemayam di hati, maka dipastikan akan gelisah, cemas, was-was, serba takut,
khawatir, dan ujung-ujungnya menderita.
Ukurlah
kesuksesan hidup di dunia dengan memiliki kekuatan hati mengenal Allah. Memberi
manfaat dan berakhlak mulia, serta mengakhiri hidup dengan khusnul khatimah.
Dunia sebagai amanah Allah harus membuat selamat di akhirat. Apapun yang
dilakukan di dunia, haruslah mempunyai nilai tambah untuk akhirat.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar