Manaqib - Dalam Islam hewan sama seperti halnya manusia, harus dihormati dan dipenuhi
hak-haknya. Binatang membutuhkan asupan makanan dan minuman layak konsumsi agar
dapat hidup dengan baik. Rasul SAW telah memberi contoh soal menangani dan
memelihara hewan. Dalam buku berjudul “Muhammad al-Insan al-Kamil”
karya as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, kita temukan sejumlah peristiwa
yang langsung dialami oleh Rasulullah ketika berinterkasi dengan hewan.
Interaksi ini sekaligus menjadi teladan bagi para pemelihara binatang dalam
menangani hewan secara manusiawi.
Dalam buku yang sudah diterjemahkan oleh Hasan Baharun dengan judul Insan
Kamil: Sosok Keteladanan Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam, setidaknya ada
Lima riwayat dalam menyayangi dan memperlakukan hewan.
Riwayat pertama, pada suatu saat beliau melewati sebuah jalan lalu melihat
ada seekor onta yang kurus kering, merana terlilit rasa lapar yang sangat.
Melihat kondisi mengenaskan yang dialaminya Rasul angkat bicara, “Takutlah
kalian kepada Allah dalam memperlakukan hewan-hewan ini. Tunggalilah ia dengan
baik-baik. Makanlah dagingnya juga dengan baik-baik.” (HR. Abu Dawud)
Riwayat kedua, masih tentang seekor onta. Kali ini Rasul memasuki kebun
milik seorang Kaum Anshar. Di dalamnya ada seekor onta yang tengah merintih dan
menitikkan air mata. Nabi turun dari kendaraannya lalu mengelus-elus bagian
belakang telinganya sampai ia merasa tenang. Sejurus kemudian, Nabi bertanya,
“Siapa pemilik onta ini?” Seorang Anshar datang mengaku sebagai pemiliknya.
Nabi berkata kepadanya, “Apakah kamu tidak takut kepada Allah dalam
memperlakukan hewan yang telah dianguerahkan kepadamu ini? Baru saja ia
mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya kelaparan dan kepayahan karena
banyaknya pekerjaan dan tumpukan beban di luar kemampuannya.” (HR. Ahmad,
Adu Dawud dan Hakim).
Selain kedua riwayat tersebut, dalam riwayat yang lain Nabi pernah menjumpai
beberapa orang sedang berbincang-bincang dengan kondisi duduk di atas hewan
masing-masing. Melihat kejadian ini Nabi tidak diam diri. Beliau melakukan
advokasi atas hewan-hewan malang yang ditunggangi secara tidak
semestinya. Nabi berkata kepada mereka, “Naikilah mereka dengan baik dan
biarlah beristirahat melepas lelah dengan baik-baik. Jangan kalian menjadikan
punggungnya sebagai kursi ketika kalian sedang saling berbicara. Bisa jadi yang
dinaiki lebih banyak berzikir kepada Allah daripada orang yang naik di
atasnya.” (HR. Ahmad, Abu Ya`la dan Thabrani).
Riwayat keempat, ada seorang anak mengambil dua ekor burung dari sarangnya,
sehingga induknya mencari-cari ke sana kemari. Nabi bertanya, “Siapakah yang
sudah mengusik ketenangan burung itu, siapakah yang mengganggunya? Kembalikan
kedua anaknya ke tempat semula.” Dalam kesempatan yang lain, Nabi melarang
kita untuk menyia-siakan hidup seekor burung, dijadikan sasaran permainan.
Sabda beliau, “Siapa yang membunuh burung dengan sia-sia, maka burung itu akan
datang pada Hari Kiamat dengan suara yang keras mengadu kepada Tuhan, ‘Ya Tuhan
si fulan merampas nyawaku, menganiayaku dan membunuhku tanpa suatu yang bisa
dimanfaatkan olehnya sehingga aku mati sia-sia.” (HR. Abu Dawud).
Riwayat kelima, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Tajamkanlah
pisau terlebih dahulu, sebelum hewan yang disembelih itu akan dibaringkan.”
(HR. Thabrani).
Semua riwayat di atas menjadi petunjuk tentang bagaimana seharusnya kita
tidak berlaku semena-mena kepada siapa saja termasuk kepada binatang.
Karenanya, Allah murka kepada seseorang yang menyiksa hewan kucing piaraannya
sampaia mati mengenaskan. Si kucing yang malang itu tidak dberi makan,
dibiarkan lapar sampai mati menggelepar. Allah masukkan ia ke dalam neraka
karena perbuatannya ini.
Adalah sebuah keniscayaan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam memang
seorang Rasul yang menjadi penyebar kasih sayang kepada seluruh makhluk di alam
semesta, termasuk hewan. Islam tidak memberi tempat sekecil apapun terhadap
kesewenang-wenangan atas semua makhluk.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar