Manaqib - Hamba-hamba Allah yang layak mendapat rahmat-Nya dikenal dengan sebutan
'Ibadurrahman (QS Al-Furqan : 63). Pada malam hari Ibadurrahman berada dalam
keadaan antara sujud dan berdiri, yang berarti mereka sedang mendirian shalat
(Qiyamullail).
Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud
dan berdiri untuk Rabb mereka.” (Q.S. Al Furqn: 64)
Mereka diberi sifat sujud, karena mereka meletakkan kening di atas tanah,
menghadap Allah. Dan mereka juga berdiri, membaca Kalamullah. Mereka melakukan
itu bukan mencari kehormatan di mata manusia, bukan untuk mencari ketenaran dan
pujian, tapi mereka melakukannya karena mengharap ridha Allah dan rahmat-Nya
serta karena takut akan azab-Nya.
Bagaimana Rasulullah SAW melewati waktu malamnya, salah satunya diriwayatkan
bahwa suatu hari Ubaid bin Umair dan Atha’ bin Abu Rabbah mendatangi rumsh
Sayyidah Aisyah RA lalu mereka bertanya, “Beritahukanlah kepada kami sesutau
yang paling menakjubkan yang engkau lihat pada diri Rasulullah SAW!”
Setelah diam beberapa saat, Aisyah menjawab, “Suatu malam beliau berkata
kepadaku, ‘Hai Aisyah, biarkan aku malam ini beribadah kepada Rabbku.” Aku
berkata, “Demi Allah, aku suka selalu dekat dengan engkau, namun aku juga suka
apa yang membuat engkau senang.”
Maka beliau bangkit, bersuci, lalu berdiri untuk mengerjakan shalat. Beliau
terus menerus menangis, lalu beliau duduk dan masih tetap menangis hingga
janggut beliau basah oleh air mata. Lalu beliau berdiri dan terus menangis
hingga tanah di dekat beliau basah.
Kemudian Bilal datang mengumandangkan Azan Subuh. Ketika melihat beliau
menagis, Bilal menghampiri beliau seraya berkata, “Wahai Rasulullah, engkau
menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lampau dan dosa-dosamu
yang akan datang.” Beliau menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba
yang bersyukur?”
Begitulah waktu malam yang dilalui oleh Rasulullah SAW, dan begitu juga yang
dilakukan oleh para sahabat beliau. Al Hasan bin Shaleh – salah seorang fuqaha
salaf – pernah menjual seorang budak perempuan kepada sekumpulan orang.
Ketika memasuki sepertiga terakhir dari waktu malam, wanita budak bangun dan
menyeru mereka, “sahalat, shalat!” Mereka bertanya-tanya, “Apakah sudah subuh?
Apakah fajar sudah terbit?” Wanita budak itu balik bertanya, “Apakah kalian
tidak shalat kecuali subuh saja?” Mereka menjawab, “Memang, kami hanya biasa
mengerjakan shalat fardhu.”
Maka budak itu menemui Al Hasan dan memohon kepadanya dengan berkata, “Tuan
menjual aku kepada sekumpulan orang yang tidak mendapatkan bagian apapun dari
waktu malam. Demi Allah aku memohon agar tuan mengambil aku kembali.”
Syaikh Yusuf Al Qardhawy mengatakan, “Pola hidup manusia sudah banyak yang
rusak. Dulu mereka suka tidur lebih cepat dan bengun lebih cepat pula. Ketika
berbagai macam perangkat dan fasilitas modern, media massa, TV, film, Video ada
dimana-mana, maka mereka belum tidur hingga tengah malam, dan mereka pun
kesulitan bangun lebih dini.”
“Disebutkan dari Nabi SAW, bahwa ada seseorang yang tidur sepanjang malam
hingga pagi hari. Maka beliau bersabda, “Itulah orang yang dikencingi syeithan
di bagian telinganya.” (HR Bukhari & Muslim)
Rasulullah SAW bersabda: “Syeithan membuat tiga simpul tali di bagian belakang
kepala salah seorang diantara kalian, yang pada setiap simpul tali ia bubuhkan
stempel, ‘Malam masih panjang, maka tidurlah lagi’, Jika ia bangun dan menyebut
nama Allah, maka simpul itupun terburai. Jika ia wudhu’, maka satu simpul lagi
terburai, dan jika ia mendirikan shalat, maka seluruh simpul terburai, sehingga
dia menjadi bersemangat dan tentram jiwanya. Jika tidak, maka tertekanlah jiwanya
dan (timbullah) malas.” (HR Bukhari)
Simpul tali syeithan itu senantiasa ada di kepala setiap orang. Karena itu
Rasulullah SAW bersabda;
“Lepaskanlah simpul tali syeithan itu meskipun dengan dua rakaat.” (HR Ibnu
Khuzaimah)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar